BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sering
timbul pertanyaan sebenarnya apa perlunya keterampilan berbicara diajarkan di
SD. Hal itu dikarenakan karena keterampilan berbicara tidak hanya berhubungan
dengan kegiatan bercakap-cakap sehari-hari saja. Kemampuan berbicara juga
berhubungan dengan profesi yang membutuhkan dasar-dasar kemampuan berbicara
efektif. Seorang guru harus dapat menyampaikan materi di depan kelas dengan
baik. Seorang dokter harus dapat mempengaruhi pasiennya. Demikian pula profesi
lain , seperti penyiar, salesman, orator, dan
lain-lain harus memiliki kemampuan berbicara sesuai dengan tuntutan
profesi masing-masing. Jadi, pengajaran berbicara di SD diharapkan dapat
memberikan bekal dasar-dasar keahlian berbicara efektif yang memadai.
Berbicara
merupakan aktivitas untuk mengembangkan aspek keterampilan yang lain, yaitu
menyimak, membaca, dan menulis. Oleh sebab itu, pembelajaran berbicara bagi siswa SD sangatlah
penting agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya. Dan tentunya
gurunya siswa SD sudah sewajarnya menguasai keterampilan berbahasa lebih dulu.
Fokus
makalah ini membahas materi Berbicara II yaitu mengenai jenis-jenis berbicara.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1. Bagaimana
pengklasifikasian jenis-jenis berbicara?
2. Apa
saja jenis berbicara yang termasuk berbicara di muka umum?
C.
Tujuan
Berdasarkan
rumusan masalah
diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui
pengklasifikasian jenis-jenis berbicara.
2. Mengetahui
jenis berbicara yang termasuk berbicara di muka umum.
BAB II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Jenis-jenis
Berbicara
Dalam
pembahasan mengenai jenis-jenis berbicara, ada 5 (lima) landasan tumpu yang
dapat digunakan dalam mengklasifikasikan berbicara (Tarigan, dkk.: 1997/1998),
yaitu:
a. Situasi;
b. Tujuan;
c. Jumlah
pendengar;
d. Peristiwa
khusus;
e. Metode
penyampaian.
Berikut ini adalah penjelasan mengenai
pengklasifikasian tersebut.
a.
Jenis
Berbicara Berdasarkan Situasi Pembicaraan
Berdasarkan
situasi pembicara, berbicara dibedakan atas berbicara formal dan berbicara
informal. Berbicara informal meliputi bertukar pengalaman, percakapan,
penyampaian berita, pengumuman, bertelepon, dan memberi petunjuk. Adapun
berbicara formal meliputi ceramah, wawancara, debat, diskusi, dan bercerita dalam
situasi formal.
b.
Jenis
Berbicara Berdasarkan Tujuan Pembicara
Tujuan
pembicara pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu (1)
berbicara untuk menghibur, (2) berbicara untuk menginformasikan, (3) berbicara
untuk menstimuli, (4) berbicara untuk meyakinkan, (5) berbicara untuk
menggerakkan.
Bila anda menyaksikan pelawak
beraksi, Anda akan tahu bahwa para pemain mempunyai tujuan untuk menghibur.
Berbicara untuk menghibur biasanya bersuasana santai. Disini pembicara berusaha
membuat pendengarnya senang dan gembira.
Bila kita menerangkan cara kerja
komputer kepada orang lain atau menjelaskan kaitan antara pendidikan,
lingkungan, dan bahasa dalam suatu seminar, berarti kita bertujuan
menginformasikan sesuatu kepada khalayak. Di sini pembicara berusaha berbicara
secara jelas, sistematis, dan tepat agar isi informasi terjaga keakuratannya.
Jenis berbicara ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
Jenis berbicara menstimuli jauh
lebih kompleks dari pada berbicara menghibur dan menginformasikan. Di sini
pembicara harus pandai mempengaruhi pendengar sehingga akhirnya pendengar
tergerak untuk melakukan hal-hal yang dikehendaki pembicara. Pembicara biasanya
secara sosial berstatus lebih tinggi daripada pendengarnya. Pembicara biasanya
berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga ia bekerja lebih tekun
atau belajar lebih baik. Contohnya kita menasihati seorang siswa yang malas dan
melalaikan tugasnya.
Jenis berbicara untuk meyakinkan
merupakan tahap yang lebih jauh dari berbicara untuk menstimuli. Di sini
pembicara bertujuan meyakinkan pendengar lewat pembicaraan yang meyakinkan,
sikap pendengar akan diubah, misalnya dari menolak menjadi menerima. Dalam hal
ini, pembicara biasanya menyertakan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang tepat.
Adapun jenis berbicara menggerakkan
merupakan kelanjutan dari jenis berbicara meyakinkan. Jenis berbicara
menggerakkan bertujuan menggerakkan pendengar/khalayak agar mereka berbuat dan
bertindak seperti yang dikehendaki pembicara. Di sini diperlukan keterampilan
berbicara yang tinggi, kelihaian membakar emosi, kepintaran memanfaatkan
situasi, dan penguasaan terhadap massa.
c.
Jenis
Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengar
1. Berbicara
Antar Pribadi. Jenis berbicara ini terjadi apabila seseorang berbicara dengan
satu pendengar (empat mata).
2. Berbicara
Dalam Kelompok Kecil. Jenis berbicara ini terjadi apabila ada sekelompok kecil
(3-5 orang) dalam pembicaraan itu.
3. Berbicara
Dalam Kelompok Besar. Terjadi apabila pembicara berhadapan dengan pendengar
dalam jumlah besar. Misalnya, saat menjadi pemandu acara.
d.
Jenis
Berbicara Berdasarkan Peristiwa Khusus yang Melatari Pembicaraan
1. Situasi
presentasi. Contohnya pidato yang dilakukan saat pembagian hadiah.
2. Situasi
penyambutan. Contohnya pidato yang berisi sambutan umum yang menjadi inti
acara.
3. Situasi
perpisahan. Contohnya pidato yang berisi kata-kata perpisahan pada saat acara
perpisahan atau pada saat penutupan suatu acara.
4. Situasi
jamuan adalah pidato yang berisi ucapan selamat, doa kesehatan buat tamu, dsb.
5. Situasi
perkenalan. Pidato yang berisi pihak yang memperkenalkan diri kepada khalayak.
6. Situasi
nominasi. Pidato yang berisi pujian dan alasan mengapa suatu itu dinominasikan.
e.
Jenis
Berbicara Berdasarkan Metode Penyampaian Berbicara
Berdasarkan
metode penyampaian, ada 4 (empat) jenis berbicara, yaitu:
1. Metode
mendadak (impromptu), terjadi bila secara tiba-tiba seseorang diminta berbicara
di depan khalayak (tidak ada persiapan sama sekali).
2. Metode
tanpa persiapan (ekstemporan), dalam metode ini pembicara masih mempunyai waktu
yang cukup untuk membuat persiapan-persiapan khusus yang berupa kerangka
pembicaraan atau catatan-catatan penting tentang urutan uraian dan kata-kata
khusus yang harus disampaikan. Metode ini merupakan metode yang sering
digunakan oleh pembicara yang berpengalaman karena metode ini membutuhkan
pembicara yang mampu mengembangkan pembicaraan dengan bebas.
3. Metode
membaca naskah. Metode ini cocok digunakan apabila pembicara akan menyampaikan
suatu pernyataan kebijakan atau keterangan secara tertib dalam pidato-pidato
resmi, pidato keneragaan, pidato radio, dan sebagainya.
4. Metode
menghafal. Metode ini menunjukkan bahwa pembicara sudah mengadakan perencanaan,
membuat naskah, dan menghafal naskah. Agar berhasil dengan metode ini hendaknya
pembicara dapat menghayati dan menjiawi apa yang diucapkan serta berusaha untuk
menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang melatari pembicaraan itu.
B.
BERBICARA DI MUKA UMUM
PIDATO
Komunikasi
lisan khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromptu (serta merta), menghafal, metode naskah, dan ekstemporan.
Selain itu ketika menyusun pidato perlu dperhatikan hal-hal berikut.
1. Pengumpulan
bahan.
2. Garis
besar pidato.
3. Uraian
secara detail.
Pidato
yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus
dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini
untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong,
meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum
melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis sebagai berikut.
1. Jumlah
pendengar.
2. Tujuan
mereka berkumpul.
3. Adat
kebiasaan mereka.
4. Acara
lain.
5. Tempat
berpidato.
6. Usia
pendengar.
7. Tingkat
pendidikan pendengar.
8. Keterikatan
hubungan batin dengan pendengar.
9. Bahasa
yang biasa digunakan.
Pidato
yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat
pendengar, selain itu penyajian pesan dengan jelas akan mempermudah pemahaman,
mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran
logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya
pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi
pesan dapat mengikuti 6 macam urutan, yaitu deduktif, induktif, kronologis,
logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya membuat
garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan membawakan satu
pidato, yaitu (1) garis besar terdiri dari tiga bagian, yaitu pengantar, isi,
dan penutup, (2) lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian
tidak membingungkan, (3) penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran
penjelas harus dibedakan.
Dalam
kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan kata-kata yang
tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang
dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar merasa bingung
dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat
digunakan untuk mengungkapkan gagasan secara jelas.
Untuk
mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah diperhatikan
hal-hal berikut.
1. Gunakanlah
kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu umum
artinya sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
2. Gunakanlah
kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat.
3. Hindarilah
istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang
sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4. Berhematlah
dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan
kalimat efektif.
5. Gunakanlah
perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata-kata
yang berbeda, maksudnya adalah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk
memperjelas kembali.
Terakhir,
hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan menutup
pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan
mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya, yaitu dengan cara sebagai berikut.
1. Langsung
menyebutkan pokok persoalan.
2. Melukiskan
latar belakang masalah.
3. Menghubungkan
dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian
khalayak.
4. Menghubungkan
dengan peristiwa yang sedang diperingati.
5. Menghubungkan
dengan tempat komunikator berpidato.
6. Menghubungkan
dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak.
7. Menghubungkan
dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.
8. Menghubungkan
dengan kepentingan vital pendegar.
9. Memberikan
pujian kepada khalayak atas prestasi mereka.
10. Memulai
dengan pertanyaan yang mengejutkan.
11. Mengajukan
pertanyaan provokatif atau serentetan pertannyaan.
12. Menyatakan
kutipan.
13. Menceritakan
pengalaman pribadi.
14. Mengisahkan
cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis.
15. Menyatakan
teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya.
16. Membuat
humor.
Dalam
membuka pidato kita tinggal memilih satu diantara cara-cara tersebut sesuai
dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi, dan pendengar itu
sendiri.
Adapun
cara menutup pidato adalah sebagai berikut:
1. Menyimpulkan
atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;
2. Menyatakan
kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda;
3. Mendorong
khalayak untuk bertindak;
4. Mengakhiri
dengan klimaks;
5. Menyatakan
kutipan Alquran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;
6. Menceritakan
tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan;
7. Menerangkan
maksud sebenarnya pribadi pembicara;
8. Memuji
dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris dan anekdot lucu.
Cara
membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh
pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan
pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi
dan kreativitas.
MENYAMPAIKAN ARGUMENTASI (DEBAT)
Salah
satu proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus
mempertahankan pendapat, yaitu debat. Setiap pihak yang berdebat akan
mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau
peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).
Sebelum
berdebat, peserta debat harus mempersiapkan penyusunan materi dan argumentasi
dengan referensi yang memadai. Dalam debat, pemimpin berhak menentukan apakah
anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya kepada peserta debat (pembicara)
atau tidak. Selain itu, pemimpin debat harus menentukan masalah yang mengundang
perdebatan. Kemudian panitia menyiapkan dua kelompok yang bersedia
memperdebatkan masalah yang sudah ditentukan. Kelompok A adalah kelompok yang menyetujui masalah, sedangkan
kelompok B adalah kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.
Kisyani
Laksono (2003:21-22) menjelaskan tata cara debat adalah berikut ini.
1. Pembicara
1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengajukan pendapat dan
alasannya menyetujui hal itu.
2. Pembicara
1 dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk mengutarakan
pendiriannya yang menolak masalah yang diperdebatkan.
3. Pembicara
2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah alasan-alasan
mengenai pendirian kelompoknya.
4. Pembicara
2 dari kelompok B diberi kesempatan ± 4 menit untuk memperjelas dan menambah
alasan-alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan.
5. Pembicara
1 dari kelompok B diberikan kesempatan untuk menanggapi pendapat kelompok A.
Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok A.
kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara
akan lebih menunjukkan alasan-alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan.
Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara 1 ini harus berusaha
memengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang
diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit.
6. Pembicara
1 dari kelompok A diberi kesempaatan untuk menangkis alasan-alasan yang
diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat. Waktu yang
diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit.
7. Kesempatan
± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan untuk membuat
simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-alasan kelompoknya.
8. Kesempatan
± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan untuk menangkis,
menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan, membuat simpulan dan menunjukkan
bahwa pendirian kelompoknya adalah benar.
DISKUSI
Nio
(dalam Haryadi, 1981:68) menjelaskan
bahwa diskusi ialah proses perlibatan dua orang atau lebih individu yang
berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu
melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu
Brillhart (dalam Haryadi,1997:68)
menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah
dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk diskusi ialah
proses pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah.
Dengan demikian, dalam sebuah diskusi harus ada masalah yang dibicarakan,
moderator yang memimpin diskusi, dan ada peserta diskusi yang dapat
mengemukakan pendapat secara teratur. Dari kedua batasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah:
1. Partisipan
lebih dari seorang;
2. Dilaksanakan
dengan bertatap muka;
3. Menggunakan
bahasa lisan;
4. Bertujuan
untuk mendapatkan kesempatan bersama;
5. Dilakukan
dengan cara bertukar informasi dengan Tanya jawab.
Hal-hal
yang perlu dijalin dalam diskusi menurut Dipodjoyo dalam Haryadi (1997:69), yaitu sikap kooperatif, semangat
berinteraksi, kesadaran berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan
kemampuan memahami persoalan. Selain itu, ketika proses diskusi berlangsung
hendaknya peserta diskusi mendengarkan uraian dengan penuh perhatian,
menghilangkan sikap emosional dan prasangka, menangkap gagasan utama, dan
gagasan penjelas, serta mempertimbangkannya.
Selain
itu, ketika menyampaikan sanggahan, hendaklah disampaikan secara santun, yaitu
dengan cara:
1. Pertanyaan
dan sanggahan diajukan dengan jelas dan tidak berbelit-belit,
2. Pertanyaan
dan sanggahan diajukan secara santun, menghindari pertanyaan permintaan, dan
perintah langsung,
3. Diusahakan
agar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan atau debat.
Sementara
itu, dalam memberikan tanggapan pun harus dipenuhi empat hal, yaitu sebagai
berikut.
1. Jawaban
atau tanggapan harus berhubungan dengan pertanyaan.
2. Jawaban
harus objektif dan memuaskan berbagai pihak.
3. Prasangka
dan emosi harus dihindarkan.
4. Bersikap
jujur dan terus terang apabila tidak bisa menjawab.
Proses
dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk akal. Dengan
kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan argumen.
Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu, hasil diskusi
harus didasarkan pada objektivitas dan kemashlahatan bersama. Pengambilan
keputusan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan
pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut
apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil diskusi.
Perbedaan Diskusi dan Debat
DISKUSI
|
DEBAT
|
Bertujuan
untuk mencari penyelesaian topik secara bersama
|
Bertujuan
untuk memperoleh kemenangan
|
Argumentasi
disampaikan untuk memperoleh informasi serinci mungkin
|
Argumentasi
disampaikan untuk menguatkan pendapatnya dan mematahkan pendapat lawan
|
Tidak ada
pihak affirmatif dan negatif (pro dan kontra)
|
Ada pihak
affirmatif dan negatif
|
Moderator
berperan sebagai pengontrol diskusi
|
Moderator
berperan sebagai penengah
|
Hasilnya
diperoleh melalui mufakat
|
Hasilnya
diperoleh melalui voting atau keputusan juri
|
Adanya
keterbukaan tanya jawab
|
Tidak ada kebebasan
tanya jawab
|
DISKUSI
PANEL
Panel
merupakan salah satu bentuk diskusi yang sudah direncanakan tentang suatu topik
di depan para pengunjung. Diskusi panel dibawakan oleb 3 - 6 orang yang
dianggap ahli yang dipimpin oleh seorang moderator.
Para panelis berdiskusi sedemikian
rupa, sehingga para pengunjung dapat mengikuti pembicaraan mereka. Pengunjung
hanya berfungsi sebagai pendengar, oleh karena itu pengunjung yang begitu besar
jumlahnya dianggap sebagai kelompok yang diajar oleh suatu regu guru. Tetapi
panel tidak boleh hanya sekedar merupakan pengajaran informatif, melainkan
harus dapat merangsang cara berpikir massa dengan memberikan berbagai
perspektif.
Penggunaan
panel
Anda dapat menggunakan panel kalau :
1.
Ingin mengemukakan pandapat yang
berbeda-beda.
2. Ingin
memberi stimulus para pendengar akan adanya suatu persoalan yang perlu
dipecahkan.
3. Ada panelis
yang memenuhi syarat.
4. Pembicaraan
terlalu luas untuk didiskusikan dalam kelompok itu.
5. Ingin
mengajak pendengar melihat “ke dalam” tetapi tidak menginginkan tanggapan
secara verbal.
6.
Ada moderator yang cakap, yang dapat
menguasai segala aspek dan persoalan yang dibicarakan.
Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan :
1.
Membangkitkan pikiran.
2. Mengemukakan
pandangan yang berbeda-beda.
3. Mendorong ke
analisis lebih lanjut.
4.
Memanfaatkan para ahli untuk
berpendapat dan proses pemikirannya dapat membelajarkan orang lain.
Kelemahan :
1.
Mudah tersesat bila moderator tidak
terampil.
2. Memungkinkan
panelis berbicara terlalu banyak.
3. Tidak
memberi kesempatan peserta untuk berbicara.
4. Cenderung
menjadi serial pidato pendek.
5.
Membutuhkan persiapan yang cukup
masak.
SEMINAR
Seminar merupakan suatu pembahasan
masalah secara ilmiah, walaupun topik yang dibahas adalah masalah sehari-hari.
Dalam membahas masalah, tujuannya adalah mencari suatu pemecahan, oleh karena
itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan
yang merupakan hasil pendapat bersama, yang kadang-kadang diikuti dengan
resolusi atau rekomendasi.
Pembahasan dalam seminar memakan
waktu yang lebih lama karena sifatnya yang ilmiah. Apabila para pembicara tidak
dapat mengendalikan diri biasanya waktu banyak dipergunakan untuk pembahasan
yang kurang penting. Oleh karena itu dibutuhkan pimpinan kelompok yang
menguasai persoalan sehingga penyimpangan dari pokok persoalan dapat dicegah.
Penyimpangan ini dapat diatasi bila setiap kali ketua sidang menyimpulkan hasil
pembicaraan sehingga apa yang akan dibicarakan selanjutnya sudah terarah.
Penggunaan Seminar akan efektif bila:
5.
Tersedia waktu yang cukup untuk
membahas persoalan.
6.
Problema sudah dirumuskan dengan
jelas.
7.
Para peserta dapat diajak berfikir
logis.
8.
Problema memerlukan pemecahan yang
sistematis.
9.
Problema akan dipecahkan secara
menyeluruh.
10. Pimpmnan
sidang cukup terampil dalam mcnggunakan metode ini.
11. Kelompok
tidak terlalu besar sehingga memungkinkan setiap peserta mengambil bagian dalam
berpendapat.
Kelebihan
dan kelemahan:
a. Kelebihan
:
1. Membangkitkan pemikiran yang logis.
2. Mendorong pada analisa menyeluruh.
3. Prosedurnya dapat diterapkan untuk berbagai jenis problema.
4. Membangkitkan tingkat konsentrasi yang tinggi pada diri peserta.
5. Meningkatkan keterampilan dalam mengenal problema.
b. Kelemahan
:
1. Membutuhkan banyak waktu.
2. Memerlukan pimpinan yang terampil.
3. Sulit dipakai bila kelompok terlalu besar.
4. Mengharuskan setiap anggota kelornpok untuk mempelajari terlebih dahulu.
5. Mungkin perlu dilanjutkan pada diskusi yang lain.
PRESENTER
Presenter adalah orang yang membawakan dan menyampaikan sebuah
informasi, atau narasi dalam sebuah program acara di stasiun televisi. Seperti
program acara berita, kuis, game show, talkshow, acara musik, infotainment,
olah raga dan realityshow.
Presenter adalah orang yang bekerja dengan mengandalkan suara dan
kemampuan bahasa dilengkapi dengan keterampilan dalam membawakan suatu acara.
Sebagai seorang yang menghidangkan sesuatu, presenter bertindak sebagai teman,
bukan sebagai orang asing. Seorang asing akan member penjelasan resmi.
Sebaliknya, seorang teman akan menyajikan secara ramah, tidak congkak, keras
kepala, menunjukan kekuasaan, menggurui atau mau menang sendiri. Sedang teman,
ia jujur, terbuka dan bersikap manis.Audien akan merasa memperoleh teman yang
sangat memperhatikannya, ramah dan menarik. Oleh karena itu, mereka lebih
memperhatikan teman.
Dalam dunia
penyiaran televisi dikenal dua jenis presenter acara, yaitu :
- Presenter berita (news presenter)
Presenter yang bertugas membacakan sebuah berita, tidak terlibat dalam
proses peliputan, serta penentu sebuah berita. Materi yang dibacakannya telah
disusun dan disiapkan oleh redaksi pemberitaan.
Masing-masing stasiun televisi dalam menyajikan program berita, serta
cara presenter dalam membacakan berita, memiliki ciri serta karakter
tersendiri, disesuaikan dengan target audience masing-masing stasiun televisi.
2.
Presenter acara (non-news)
Presenter yang bertugas membawakan sebuah program acara, namun tidak
terlibat dalam konsep, persiapan serta tanggung jawab dan jalannya acara. Acara
yang dibawakan telah disiapkan dan diproduksi oleh masing-masing stasiun
televisi atau rumah produksi, seperti presenter musik, infotainment dan kuis.
PENYIAR
Penyiar adalah seorang
yang bertugas menyebarkan (syiar) suatu atau lebih informasi yang terjamin
akurasinya dengan menggunakan radio dengan tujuan untuk diketahui oleh
pendengarnya, dilaksanakan, dituruti, dan dipahami. (M. Habib Bari).
Penyiar adalah
seorang penampil yang melakukan pekerjaan penyiaran, menyajikan produk
komersial, menyiarkan berita/informasi, akting sebagai pembawa acara atau pelawak, menghendel olah
raga, pewawancara, diskusi, quiz dan narasi.
BERCERITA
Sejak
zaman dahulu seorang ibu mempunyai kebiasaan bercerita ketika meninabobokan
anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang tua yang mahir bercerita akan
disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita dapat dijalin hubungan yang akrab.
Selain itu manfaat bercerita di antaranya, yaitu (1) memberikan hiburan, (2)
mengajarkan kebenaran, dan (3) memberikan keteladanan.
Seorang
pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila ia dapat menghidupkan cerita.
Artinya, dalam hal ini pendongeng harus dapat membangkitkan daya imajinasi
anak. Untuk itu, biasanya pendongeng mempersiapkan diri dengan cara (1)
memahami pendengar (audiens), (2) menguasai materi cerita, (3) menguasai olah
suara, (4) menguasai berbagai macam karakter, dan (5) luwes dalam berolah
tubuh.
Selain
itu, terdapat enam jurus mendongeng, yaitu (1) menciptakan suasana akrab, (2)
menghidupkan cerita dengan cara memiliki kemampuan teknik membuka cerita,
menciptakan suasana dramatik, menutup yang membuat penasaran, (3) kreatif, (4)
tanggap dengan situasi dan kondisi, (5) konsentrasi total, dan (5) ikhlas.
Nadeak
(1987) mengemukakan 18 hal yang berkaitan dengan bercerita, yaitu (1) memilih
cerita yang tepat, (2) mengetahui cerita, (3) merasakan cerita, (4) menguasai
kerangka cerita, (5) menyelaraskan cerita, (6) pemilihan pokok cerita yang
tepat, (7) menyarikan cerita, (8) memperluas, (9) menyederhanakan cerita, (10)
menceritakan cerita secara langsung, (11) bercerita dengan tubuh yang alami,
(12) menetukan tujuan, (13) mengenali klimaks, (14) memfungsikan kata dan
percakapan dalam cerita, (15) melukiskan kejadian, (16) menetapkan sudut
pandang, (17) menciptakan suasana dan gerak, (18) merangkai adegan.
PIDATO, KHOTBAH, CERAMAH, DAN
SAMBUTAN
Pembahasan tentang “Perbedaan Pidato, Khotbah, Ceramah dan Sambutan”. Langsung
saja lihat di bawah ini :
Pidato
Isi : Berisi tentang sebuah informasi atau
pernyataan penting yang patut di bicarakan.
Tempat : Lapangan, sekolah, gedung
Tujuan : untuk memberikan informasi mengenai suatu
hal yang di sampaikan saat pidato.
Waktu :
1-2 jam
Khotbah
Isi :
Berisi tentang berbagai informasi tentang keagamaan.
Tempat :
Masjid dan laapangan terbuka.
Pembicara :
Dibawakan oleh khotib.
Tujuan :
untuk Memberi dorongan kepada pendengar agar memiliki keyakinan yang penuh
terhadap hal agama.
Waktu :
10-30 menit
Ceramah
Isi :
Berisi tentang sebuah ilmu pengetahuan seperti pendidikan, kesehatan, dan masih
banyak lagi
Tempat :
Sekolah, puskesmas, balai desa dll
Pembicara :
Dibawakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian tertentu. Seperti guru
Tujuan :
untuk memberikan petuah kepada pendengar, pembenah informasi tentang ilmu
pengetahuan
Waktu :
1-2 jam
Sambutan
Isi :
Berisi tentang ucapan terima kasih kepada tamu yang hadir dalam suatu
acara/pertemuan, ucapan selamat datan.
Tempat :
Lapangan, sekolah, gedung
Pembicara :
Dibawakan oleh orang-orang penting/bertanggung jawab dalam acara tersebut.
Tujuan :
Pemberian rasa terima kasih atas tamu-tamu yang hadir dalam suatu acara.
Waktu : 10-20 menit
WAWANCARA
Wawancara adalah
pertemuan dua orang atau lebih dengan maksud untuk menggali informasi baik
berupa fakta atau pendapat seseorang untuk tujuan tertentu.
Kalimat pertanyaan dalam wawancara hendaknya disesuaikan dengan tujuan wawancara, konkret, jelas, memuat satu hal, tidak terlalu panjang dan tidak menyinggung perasaan.
Kalimat pertanyaan dalam wawancara hendaknya disesuaikan dengan tujuan wawancara, konkret, jelas, memuat satu hal, tidak terlalu panjang dan tidak menyinggung perasaan.
Tahap Tahap Wawancara
1) Tahap Persiapan
a. Menentukan maksud atau tujuan wawancara (topik wawancara).
b. Menentukan informasi yang akan di kumpulkan atau didata.
c. Menentukan dan menghubungi nara sumber.
d. Menyusun daftar pertanyaan.
2). Tahap Pelaksanaan
a. Mengucap salam
b. Memperkenalkan diri.
c. Mengutarakan maksud dan tujuan wawancara.
d. Menyampaikan pertanyaan dengan teratur.
e. Mencatat dan merekam pokok-pokok wawancara.
f. Mengahiri dengan salam dan meminta kesediaan narasumber untuk dapat dihubungi kembali jika ada yang perlu dikomfirmasi atau dilengkapi.
3). Tahap Penyusunan Hasil Wawancara. laporan wawancara terdiri dari bagian bagian sebagai berikut.
a. Tema atau topik wawancara.
b. Tujuan atau maksud dari wawancara.
c. Identitas narasumber.
d. Ringkasan isi wawancara. Isi wawancara dapat ditulis dalam bentuk dialog atau dalam bentuk narasi.
Macam-macam wawancara
1) Tahap Persiapan
a. Menentukan maksud atau tujuan wawancara (topik wawancara).
b. Menentukan informasi yang akan di kumpulkan atau didata.
c. Menentukan dan menghubungi nara sumber.
d. Menyusun daftar pertanyaan.
2). Tahap Pelaksanaan
a. Mengucap salam
b. Memperkenalkan diri.
c. Mengutarakan maksud dan tujuan wawancara.
d. Menyampaikan pertanyaan dengan teratur.
e. Mencatat dan merekam pokok-pokok wawancara.
f. Mengahiri dengan salam dan meminta kesediaan narasumber untuk dapat dihubungi kembali jika ada yang perlu dikomfirmasi atau dilengkapi.
3). Tahap Penyusunan Hasil Wawancara. laporan wawancara terdiri dari bagian bagian sebagai berikut.
a. Tema atau topik wawancara.
b. Tujuan atau maksud dari wawancara.
c. Identitas narasumber.
d. Ringkasan isi wawancara. Isi wawancara dapat ditulis dalam bentuk dialog atau dalam bentuk narasi.
Macam-macam wawancara
a) Wawancara bebas, adalah wawancara yang pertanyaannya tidak dirumuskan
terlebih dahulu.
b) Wawancara terpimpin, adalah wawancara yang pertanyaannya ditentukan
atau dirumuskan lebih dulu.
c) Wawancara terbuka, adalah wawancara yang jawabannya tidak terbatas
atau tidak terikat.
d) Wawancara tertutup, adalah wawancara yang jawabannya terbatas atau
terikat.
e) Wawancara individual, adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang
pewawancara dengan seorang responden.
f) Wawancara kelompok, adalah wawancara yang dilakukan sekelompok orang
dalam waktu bersamaan.
g) Konferensi, adalah wawancara antara seorang pewawancara dengan sejumlah
responden atau sejumlah pewawancara dengan seorang responden.
Beberapa Hal Yang Harus Dihindari Ketika Proses
Wawancara Berlangsung
a. Menyampaikan pertanyaan yang
sudah umum atau pasti jawabannya.
b. Menanyakan pertanyaan yang inti jawabannya sama dengan pertanyaan sebelumnya.
c. Meminta narasumber untuk mengulang-ulang jawabannya.
d. Memotong pembicaraan narasumber.
e. Bersikap lebih pandai dari narasumber.
b. Menanyakan pertanyaan yang inti jawabannya sama dengan pertanyaan sebelumnya.
c. Meminta narasumber untuk mengulang-ulang jawabannya.
d. Memotong pembicaraan narasumber.
e. Bersikap lebih pandai dari narasumber.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kemampuan
berbicara juga berhubungan dengan profesi yang membutuhkan dasar-dasar
kemampuan berbicara efektif. Seorang guru harus dapat menyampaikan materi di
depan kelas dengan baik. Seorang dokter harus dapat mempengaruhi pasiennya.
Demikian pula profesi lain , seperti penyiar, salesman, orator, dan lain-lain harus memiliki kemampuan berbicara
sesuai dengan tuntutan profesi masing-masing. Jadi, pengajaran berbicara di SD
diharapkan dapat memberikan bekal dasar-dasar keahlian berbicara efektif yang
memadai. Sehingga akan
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam berbicara dan mempermudah kita untuk melangkah lebih maju.
B.
Saran
Dari
pembahasan makalah diatas
sangat diharapkan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini dikarenakan kemampuan berbicara yang merupakan kemampuan produktif
sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana telah
dijelaskan.
DAFTAR PUSTAKA
Haryadi, Zamzami. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Laksono, Kisyani. 2003. Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Tarigan, Djago, dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan.
Mulyati, Yeti, dkk. 2009. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
W. T, solchan, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Anonim.
Tanpa tahun. “Host, Pembawa Acara
Program”
http://asiaaudiovisualexc09adibganteng.wordpress.com/host-pembawa-acara-program/
(Diakses pada 28 Maret 2014)
Anonim. 2012. “Pegertian Penyiar
Radio”. http://romeltea.com/pengertian-penyiar-radio/( Diakses pada 28 Maret 2014)