Kamis, 19 Februari 2015

Makalah jenis-jenis berbicara



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sering timbul pertanyaan sebenarnya apa perlunya keterampilan berbicara diajarkan di SD. Hal itu dikarenakan karena keterampilan berbicara tidak hanya berhubungan dengan kegiatan bercakap-cakap sehari-hari saja. Kemampuan berbicara juga berhubungan dengan profesi yang membutuhkan dasar-dasar kemampuan berbicara efektif. Seorang guru harus dapat menyampaikan materi di depan kelas dengan baik. Seorang dokter harus dapat mempengaruhi pasiennya. Demikian pula profesi lain , seperti penyiar, salesman, orator, dan  lain-lain harus memiliki kemampuan berbicara sesuai dengan tuntutan profesi masing-masing. Jadi, pengajaran berbicara di SD diharapkan dapat memberikan bekal dasar-dasar keahlian berbicara efektif yang memadai.
Berbicara merupakan aktivitas untuk mengembangkan aspek keterampilan yang lain, yaitu menyimak, membaca, dan menulis. Oleh sebab itu, pembelajaran berbicara bagi siswa SD sangatlah penting agar mereka dapat mengembangkan kemampuan berbahasanya. Dan tentunya gurunya siswa SD sudah sewajarnya menguasai keterampilan berbahasa lebih dulu.
Fokus makalah ini membahas materi Berbicara II yaitu mengenai jenis-jenis berbicara.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah makalah ini adalah:
1.      Bagaimana pengklasifikasian jenis-jenis berbicara?
2.      Apa saja jenis berbicara yang termasuk berbicara di muka umum?
C.    Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui pengklasifikasian jenis-jenis berbicara.
2.      Mengetahui jenis berbicara yang termasuk berbicara di muka umum.



BAB II
PEMBAHASAN
A.    Jenis-jenis Berbicara
Dalam pembahasan mengenai jenis-jenis berbicara, ada 5 (lima) landasan tumpu yang dapat digunakan dalam mengklasifikasikan berbicara (Tarigan, dkk.: 1997/1998), yaitu:
a.       Situasi;
b.      Tujuan;
c.       Jumlah pendengar;
d.      Peristiwa khusus;
e.       Metode penyampaian.
 Berikut ini adalah penjelasan mengenai pengklasifikasian tersebut.
a.      Jenis Berbicara Berdasarkan Situasi Pembicaraan
Berdasarkan situasi pembicara, berbicara dibedakan atas berbicara formal dan berbicara informal. Berbicara informal meliputi bertukar pengalaman, percakapan, penyampaian berita, pengumuman, bertelepon, dan memberi petunjuk. Adapun berbicara formal meliputi ceramah, wawancara, debat, diskusi, dan bercerita dalam situasi formal.
b.      Jenis Berbicara Berdasarkan Tujuan Pembicara
Tujuan pembicara pada umumnya dapat diklasifikasikan menjadi lima jenis, yaitu (1) berbicara untuk menghibur, (2) berbicara untuk menginformasikan, (3) berbicara untuk menstimuli, (4) berbicara untuk meyakinkan, (5) berbicara untuk menggerakkan.
            Bila anda menyaksikan pelawak beraksi, Anda akan tahu bahwa para pemain mempunyai tujuan untuk menghibur. Berbicara untuk menghibur biasanya bersuasana santai. Disini pembicara berusaha membuat pendengarnya senang dan gembira.
            Bila kita menerangkan cara kerja komputer kepada orang lain atau menjelaskan kaitan antara pendidikan, lingkungan, dan bahasa dalam suatu seminar, berarti kita bertujuan menginformasikan sesuatu kepada khalayak. Di sini pembicara berusaha berbicara secara jelas, sistematis, dan tepat agar isi informasi terjaga keakuratannya. Jenis berbicara ini banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari.
            Jenis berbicara menstimuli jauh lebih kompleks dari pada berbicara menghibur dan menginformasikan. Di sini pembicara harus pandai mempengaruhi pendengar sehingga akhirnya pendengar tergerak untuk melakukan hal-hal yang dikehendaki pembicara. Pembicara biasanya secara sosial berstatus lebih tinggi daripada pendengarnya. Pembicara biasanya berusaha membangkitkan semangat pendengarnya sehingga ia bekerja lebih tekun atau belajar lebih baik. Contohnya kita menasihati seorang siswa yang malas dan melalaikan tugasnya.
            Jenis berbicara untuk meyakinkan merupakan tahap yang lebih jauh dari berbicara untuk menstimuli. Di sini pembicara bertujuan meyakinkan pendengar lewat pembicaraan yang meyakinkan, sikap pendengar akan diubah, misalnya dari menolak menjadi menerima. Dalam hal ini, pembicara biasanya menyertakan bukti, fakta, contoh, dan ilustrasi yang tepat.
            Adapun jenis berbicara menggerakkan merupakan kelanjutan dari jenis berbicara meyakinkan. Jenis berbicara menggerakkan bertujuan menggerakkan pendengar/khalayak agar mereka berbuat dan bertindak seperti yang dikehendaki pembicara. Di sini diperlukan keterampilan berbicara yang tinggi, kelihaian membakar emosi, kepintaran memanfaatkan situasi, dan penguasaan terhadap massa.
c.       Jenis Berbicara Berdasarkan Jumlah Pendengar
1.      Berbicara Antar Pribadi. Jenis berbicara ini terjadi apabila seseorang berbicara dengan satu pendengar (empat mata).
2.      Berbicara Dalam Kelompok Kecil. Jenis berbicara ini terjadi apabila ada sekelompok kecil (3-5 orang) dalam pembicaraan itu.
3.      Berbicara Dalam Kelompok Besar. Terjadi apabila pembicara berhadapan dengan pendengar dalam jumlah besar. Misalnya, saat menjadi pemandu acara.
d.      Jenis Berbicara Berdasarkan Peristiwa Khusus yang Melatari Pembicaraan
1.      Situasi presentasi. Contohnya pidato yang dilakukan saat pembagian hadiah.
2.      Situasi penyambutan. Contohnya pidato yang berisi sambutan umum yang menjadi inti acara.
3.      Situasi perpisahan. Contohnya pidato yang berisi kata-kata perpisahan pada saat acara perpisahan atau pada saat penutupan suatu acara.
4.      Situasi jamuan adalah pidato yang berisi ucapan selamat, doa kesehatan buat tamu, dsb.
5.      Situasi perkenalan. Pidato yang berisi pihak yang memperkenalkan diri kepada khalayak.
6.      Situasi nominasi. Pidato yang berisi pujian dan alasan mengapa suatu itu dinominasikan.
e.       Jenis Berbicara Berdasarkan Metode Penyampaian Berbicara
Berdasarkan metode penyampaian, ada 4 (empat) jenis berbicara, yaitu:
1.      Metode mendadak (impromptu), terjadi bila secara tiba-tiba seseorang diminta berbicara di depan khalayak (tidak ada persiapan sama sekali).
2.      Metode tanpa persiapan (ekstemporan), dalam metode ini pembicara masih mempunyai waktu yang cukup untuk membuat persiapan-persiapan khusus yang berupa kerangka pembicaraan atau catatan-catatan penting tentang urutan uraian dan kata-kata khusus yang harus disampaikan. Metode ini merupakan metode yang sering digunakan oleh pembicara yang berpengalaman karena metode ini membutuhkan pembicara yang mampu mengembangkan pembicaraan dengan bebas.
3.      Metode membaca naskah. Metode ini cocok digunakan apabila pembicara akan menyampaikan suatu pernyataan kebijakan atau keterangan secara tertib dalam pidato-pidato resmi, pidato keneragaan, pidato radio, dan sebagainya.
4.      Metode menghafal. Metode ini menunjukkan bahwa pembicara sudah mengadakan perencanaan, membuat naskah, dan menghafal naskah. Agar berhasil dengan metode ini hendaknya pembicara dapat menghayati dan menjiawi apa yang diucapkan serta berusaha untuk menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi yang melatari pembicaraan itu.
B.     BERBICARA DI MUKA UMUM
PIDATO
Komunikasi lisan khususnya pidato dapat dilakukan dengan cara impromptu (serta merta), menghafal, metode naskah, dan ekstemporan. Selain itu ketika menyusun pidato perlu dperhatikan hal-hal berikut.
1.      Pengumpulan bahan.
2.      Garis besar pidato.
3.      Uraian secara detail.
Pidato yang baik memerlukan latihan, dengan kata lain latihan pidato mutlak harus dilaksanakan terutama untuk mimik, nada bicara, intonasi, dan waktu. Hal ini untuk memperoleh hasil yang baik. Biasanya pidato bertujuan untuk mendorong, meyakinkan, memberitahukan, dan menyenangkan.
Sebelum melakukan pidato, hal yang perlu diperhatikan adalah analisis sebagai berikut.
1.      Jumlah pendengar.
2.      Tujuan mereka berkumpul.
3.      Adat kebiasaan mereka.
4.      Acara lain.
5.      Tempat berpidato.
6.      Usia pendengar.
7.      Tingkat pendidikan pendengar.
8.      Keterikatan hubungan batin dengan pendengar.
9.      Bahasa yang biasa digunakan.
Pidato yang tersusun dengan baik dan tertib akan menarik dan membangkitkan minat pendengar, selain itu penyajian pesan dengan jelas akan mempermudah pemahaman, mempertegas gagasan pokok, dan menunjukkan perkembangan pokok-pokok pikiran logis. Untuk memperoleh susunan pidato yang baik dan tertib, perlu adanya pengorganisasian pesan yang baik dan tersusun.
Organisasi pesan dapat mengikuti 6 macam urutan, yaitu deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial, dan topikal. Selain itu pula, setiap pidato hendaknya membuat garis besar. Ciri-ciri garis besar yang baik dalam menyusun dan membawakan satu pidato, yaitu (1) garis besar terdiri dari tiga bagian, yaitu pengantar, isi, dan penutup, (2) lambang-lambang yang digunakan untuk menunjukkan bagian-bagian tidak membingungkan, (3) penulisan pokok pikiran utama dengan pokok pikiran penjelas harus dibedakan.
Dalam kaitan dengan nilai komunikasi maka pidato harus menggunakan kata-kata yang tepat, jelas, dan menarik. Kata-kata harus jelas dalam arti kata-kata yang dipilih tidak boleh mengandung makna ganda sehingga pendengar merasa bingung dalam menafsirkan pembicaraan. Oleh karena itu, susunan kata-kata harus dapat digunakan untuk mengungkapkan gagasan secara jelas.
Untuk mencapai kejelasan dalam memilih kata-kata tersebut, haruslah diperhatikan hal-hal berikut.
1.      Gunakanlah kata yang spesifik, maksudnya janganlah menggunakan kata-kata yang terlalu umum artinya sehingga mengundang bermacam-macam penafsiran.
2.      Gunakanlah kata-kata yang sederhana, maksudnya kata-kata yang mudah dipahami dengan cepat.
3.      Hindarilah istilah-istilah teknis, maksudnya janganlah menggunakan istilah-istilah yang sekiranya tidak dapat dipahami pendengar pada umumnya.
4.      Berhematlah dalam menggunakan kata-kata, maksudnya membiasakan berbicara dengan menggunakan kalimat efektif.
5.      Gunakanlah perulangan atau pernyataan kembali gagasan-gagasan yang sama dengan kata-kata yang berbeda, maksudnya adalah memberikan tekanan terhadap gagasan utama untuk memperjelas kembali.
Terakhir, hal yang perlu diperhatikan dalam berpidato, yaitu cara membuka dan menutup pidato. Pedoman untuk membuka pidato yang baik supaya pokok pembicaraan mendapat perhatian pendengar sebaik-baiknya, yaitu dengan cara sebagai berikut.
1.      Langsung menyebutkan pokok persoalan.
2.      Melukiskan latar belakang masalah.
3.      Menghubungkan dengan peristiwa mutakhir atau kejadian yang tengah menjadi pusat perhatian khalayak.
4.      Menghubungkan dengan peristiwa yang sedang diperingati.
5.      Menghubungkan dengan tempat komunikator berpidato.
6.      Menghubungkan dengan suasana emosi yang tengah meliputi khalayak.
7.      Menghubungkan dengan kejadian sejarah yang terjadi di masa lalu.
8.      Menghubungkan dengan kepentingan vital pendegar.
9.      Memberikan pujian kepada khalayak atas prestasi mereka.
10.  Memulai dengan pertanyaan yang mengejutkan.
11.  Mengajukan pertanyaan provokatif atau serentetan pertannyaan.
12.  Menyatakan kutipan.
13.  Menceritakan pengalaman pribadi.
14.  Mengisahkan cerita faktual, fiktif, atau situasi hipotesis.
15.  Menyatakan teori atau prinsip-prinsip yang diakui kebenarannya.
16.  Membuat humor.
Dalam membuka pidato kita tinggal memilih satu diantara cara-cara tersebut sesuai dengan jumlah waktu yang tersedia, topik, tujuan, situasi, dan pendengar itu sendiri.
Adapun cara menutup pidato adalah sebagai berikut:
1.      Menyimpulkan atau mengemukakan ikhtisar pembicaraan;
2.      Menyatakan kembali gagasan utama dengan kalimat dan kata yang berbeda;
3.      Mendorong khalayak untuk bertindak;
4.      Mengakhiri dengan klimaks;
5.      Menyatakan kutipan Alquran, sajak, peribahasa, atau ucapan para ahli;
6.      Menceritakan tokoh yang berupa ilustrasi dari tema pembicaraan;
7.      Menerangkan maksud sebenarnya pribadi pembicara;
8.      Memuji dan menghargai khalayak, dan membuat pernyataan yang humoris dan anekdot lucu.
Cara membuka dan menutup pidato tersebut bukanlah cara yang mutlak dilaksanakan oleh pembicara, melainkan hal ini dapat berubah-ubah sesuai dengan kemampuan pembicara dalam mengatur strategi membuka dan menutup pidato berdasarkan variasi dan kreativitas.
MENYAMPAIKAN ARGUMENTASI (DEBAT)
Salah satu proses komunikasi untuk menyampaikan argumentasi karena harus mempertahankan pendapat, yaitu debat. Setiap pihak yang berdebat akan mengajukan argumentasi dengan memberikan alasan tertentu agar pihak lawan atau peserta menjadi yakin dan berpihak serta setuju terhadap pendapat-pendapatnya (Laksono, 2003:20).
Sebelum berdebat, peserta debat harus mempersiapkan penyusunan materi dan argumentasi dengan referensi yang memadai. Dalam debat, pemimpin berhak menentukan apakah anggota kelompok (khalayak) dapat bertanya kepada peserta debat (pembicara) atau tidak. Selain itu, pemimpin debat harus menentukan masalah yang mengundang perdebatan. Kemudian panitia menyiapkan dua kelompok yang bersedia memperdebatkan masalah yang sudah ditentukan. Kelompok A adalah kelompok         yang menyetujui masalah, sedangkan kelompok B adalah kelompok yang tidak menyetujui masalah itu.
Kisyani Laksono (2003:21-22) menjelaskan tata cara debat adalah berikut ini.
1.      Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk mengajukan pendapat dan alasannya menyetujui hal itu.
2.      Pembicara 1 dari kelompok B diberi kesempatan selama ± 4 menit untuk mengutarakan pendiriannya yang menolak masalah yang diperdebatkan.
3.      Pembicara 2 dari kelompok A diberi kesempatan ± 4 menit untuk menambah alasan-alasan mengenai pendirian kelompoknya.
4.      Pembicara 2 dari kelompok B diberi kesempatan ± 4 menit untuk memperjelas dan menambah alasan-alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan.
5.      Pembicara 1 dari kelompok B diberikan kesempatan untuk menanggapi pendapat kelompok A. Sifat pembicaraannya menangkis apa yang diutarakan kelompok A. kelemahan-kelemahan dan alasan kelompok A diserang, sementara itu pembicara akan lebih menunjukkan alasan-alasan yang menolak masalah yang diperdebatkan. Kelompok penyanggah (B) yang diwakili pembicara 1 ini harus berusaha memengaruhi khalayak supaya berpihak pada kelompoknya. Kesempatan yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok B ini ± 4 menit.
6.      Pembicara 1 dari kelompok A diberi kesempaatan untuk menangkis alasan-alasan yang diutarakan kelompok B dengan alasan-alasan dan bukti yang kuat. Waktu yang diberikan kepada pembicara 1 dari kelompok A ini ± 4 menit.
7.      Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok B digunakan untuk membuat simpulan dan sekaligus menolak serta menandaskan alasan-alasan kelompoknya.
8.      Kesempatan ± 4 menit terakhir bagi pembicara 2 dari kelompok A digunakan untuk menangkis, menambah alasan, menunjukkan kelemahan lawan, membuat simpulan dan menunjukkan bahwa pendirian kelompoknya adalah benar.
DISKUSI
Nio (dalam Haryadi, 1981:68) menjelaskan bahwa diskusi ialah proses perlibatan dua orang atau lebih individu yang berinteraksi secara verbal dan tatap muka, mengenai tujuan yang sudah tentu melalui tukar-menukar informasi untuk memecahkan masalah. Sementara itu Brillhart (dalam Haryadi,1997:68) menjelaskan diskusi adalah bentuk tukar pikiran secara teratur dan terarah dalam kelompok besar atau kelompok kecil dengan tujuan untuk diskusi ialah proses pengertian, kesepakatan, dan keputusan bersama mengenai suatu masalah. Dengan demikian, dalam sebuah diskusi harus ada masalah yang dibicarakan, moderator yang memimpin diskusi, dan ada peserta diskusi yang dapat mengemukakan pendapat secara teratur. Dari kedua batasan tersebut dapat disimpulkan bahwa esensi diskusi adalah:
1.      Partisipan lebih dari seorang;
2.      Dilaksanakan dengan bertatap muka;
3.      Menggunakan bahasa lisan;
4.      Bertujuan untuk mendapatkan kesempatan bersama;
5.      Dilakukan dengan cara bertukar informasi dengan Tanya jawab.
Hal-hal yang perlu dijalin dalam diskusi menurut Dipodjoyo dalam Haryadi (1997:69), yaitu sikap kooperatif, semangat berinteraksi, kesadaran berkelompok, bahasa sebagai alat berkomunikasi, dan kemampuan memahami persoalan. Selain itu, ketika proses diskusi berlangsung hendaknya peserta diskusi mendengarkan uraian dengan penuh perhatian, menghilangkan sikap emosional dan prasangka, menangkap gagasan utama, dan gagasan penjelas, serta mempertimbangkannya.
Selain itu, ketika menyampaikan sanggahan, hendaklah disampaikan secara santun, yaitu dengan cara:
1.      Pertanyaan dan sanggahan diajukan dengan jelas dan tidak berbelit-belit,
2.      Pertanyaan dan sanggahan diajukan secara santun, menghindari pertanyaan permintaan, dan perintah langsung,
3.      Diusahakan agar pertanyaan dan sanggahan tidak ditafsirkan sebagai bantahan atau debat.
Sementara itu, dalam memberikan tanggapan pun harus dipenuhi empat hal, yaitu sebagai berikut.
1.      Jawaban atau tanggapan harus berhubungan dengan pertanyaan.
2.      Jawaban harus objektif dan memuaskan berbagai pihak.
3.      Prasangka dan emosi harus dihindarkan.
4.      Bersikap jujur dan terus terang apabila tidak bisa menjawab.
Proses dan kesimpulan diskusi dilaksanakan berdasarkan alasan yang masuk akal. Dengan kata lain persetujuan diskusi akan lebih baik apabila diikuti dengan argumen. Sanggahan yang mencemoohkan, kiranya patut dihindari. Selain itu, hasil diskusi harus didasarkan pada objektivitas dan kemashlahatan bersama. Pengambilan keputusan dilakukan pada saat yang tepat, yaitu apabila sudah banyak persamaan pendapat, moderator segera mengambil keputusan. Diskusi akan berlarut-larut apabila moderator terlambat menyimpulkan hasil diskusi.


Perbedaan Diskusi dan Debat
DISKUSI
DEBAT
Bertujuan untuk mencari penyelesaian topik secara bersama
Bertujuan untuk memperoleh kemenangan
Argumentasi disampaikan untuk memperoleh informasi serinci mungkin
Argumentasi disampaikan untuk menguatkan pendapatnya dan mematahkan pendapat lawan
Tidak ada pihak affirmatif dan negatif (pro dan kontra)
Ada pihak affirmatif dan negatif
Moderator berperan sebagai pengontrol diskusi
Moderator berperan sebagai penengah
Hasilnya diperoleh melalui mufakat
Hasilnya diperoleh melalui voting atau keputusan juri
Adanya keterbukaan tanya jawab
Tidak ada kebebasan tanya jawab












DISKUSI PANEL

            Panel merupakan salah satu bentuk diskusi yang sudah direncanakan tentang suatu topik di depan para pengunjung. Diskusi panel dibawakan oleb 3 - 6 orang yang dianggap ahli yang dipimpin oleh seorang moderator.
Para panelis berdiskusi sedemikian rupa, sehingga para pengunjung dapat mengikuti pembicaraan mereka. Pengunjung hanya berfungsi sebagai pendengar, oleh karena itu pengunjung yang begitu besar jumlahnya dianggap sebagai kelompok yang diajar oleh suatu regu guru. Tetapi panel tidak boleh hanya sekedar merupakan pengajaran informatif, melainkan harus dapat merangsang cara berpikir massa dengan memberikan berbagai perspektif.

Penggunaan panel
Anda dapat menggunakan panel kalau :
1.      Ingin mengemukakan pandapat yang berbeda-beda.
2.      Ingin memberi stimulus para pendengar akan adanya suatu persoalan yang perlu dipecahkan.
3.      Ada panelis yang memenuhi syarat.
4.      Pembicaraan terlalu luas untuk didiskusikan dalam kelompok itu.
5.      Ingin mengajak pendengar melihat “ke dalam” tetapi tidak menginginkan tanggapan secara verbal.
6.      Ada moderator yang cakap, yang dapat menguasai segala aspek dan persoalan yang dibicarakan.
Kelebihan dan kelemahan
Kelebihan :
1.      Membangkitkan pikiran.
2.      Mengemukakan pandangan yang berbeda-beda.
3.      Mendorong ke analisis lebih lanjut.
4.      Memanfaatkan para ahli untuk berpendapat dan proses pemikirannya dapat membelajarkan orang lain.
Kelemahan :
1.      Mudah tersesat bila moderator tidak terampil.
2.      Memungkinkan panelis berbicara terlalu banyak.
3.      Tidak memberi kesempatan peserta untuk berbicara.
4.      Cenderung menjadi serial pidato pendek.
5.      Membutuhkan persiapan yang cukup masak.
SEMINAR
Seminar merupakan suatu pembahasan masalah secara ilmiah, walaupun topik yang dibahas adalah masalah sehari-hari. Dalam membahas masalah, tujuannya adalah mencari suatu pemecahan, oleh karena itu suatu seminar selalu diakhiri dengan kesimpulan atau keputusan-keputusan yang merupakan hasil pendapat bersama, yang kadang-kadang diikuti dengan resolusi atau rekomendasi.

Pembahasan dalam seminar memakan waktu yang lebih lama karena sifatnya yang ilmiah. Apabila para pembicara tidak dapat mengendalikan diri biasanya waktu banyak dipergunakan untuk pembahasan yang kurang penting. Oleh karena itu dibutuhkan pimpinan kelompok yang menguasai persoalan sehingga penyimpangan dari pokok persoalan dapat dicegah. Penyimpangan ini dapat diatasi bila setiap kali ketua sidang menyimpulkan hasil pembicaraan sehingga apa yang akan dibicarakan selanjutnya sudah terarah.

Penggunaan Seminar akan efektif bila:
5.      Tersedia waktu yang cukup untuk membahas persoalan.
6.      Problema sudah dirumuskan dengan jelas.
7.      Para peserta dapat diajak berfikir logis.
8.      Problema memerlukan pemecahan yang sistematis.
9.      Problema akan dipecahkan secara menyeluruh.
10.  Pimpmnan sidang cukup terampil dalam mcnggunakan metode ini.
11.  Kelompok tidak terlalu besar sehingga memungkinkan setiap peserta mengambil bagian dalam berpendapat.
Kelebihan dan kelemahan:
a. Kelebihan :
1. Membangkitkan pemikiran yang logis.
2. Mendorong pada analisa menyeluruh.
3. Prosedurnya dapat diterapkan untuk berbagai jenis problema.
4. Membangkitkan tingkat konsentrasi yang tinggi pada diri peserta.
5. Meningkatkan keterampilan dalam mengenal problema.
b. Kelemahan :
1. Membutuhkan banyak waktu.
2. Memerlukan pimpinan yang terampil.
3. Sulit dipakai bila kelompok terlalu besar.
4. Mengharuskan setiap anggota kelornpok untuk mempelajari terlebih dahulu.
5. Mungkin perlu dilanjutkan pada diskusi yang lain.

PRESENTER
Presenter adalah orang yang membawakan dan menyampaikan sebuah informasi, atau narasi dalam sebuah program acara di stasiun televisi. Seperti program acara berita, kuis, game show, talkshow, acara musik, infotainment, olah raga dan realityshow.
Presenter adalah orang yang bekerja dengan mengandalkan suara dan kemampuan bahasa dilengkapi dengan keterampilan dalam membawakan suatu acara. Sebagai seorang yang menghidangkan sesuatu, presenter bertindak sebagai teman, bukan sebagai orang asing. Seorang asing akan member penjelasan resmi. Sebaliknya, seorang teman akan menyajikan secara ramah, tidak congkak, keras kepala, menunjukan kekuasaan, menggurui atau mau menang sendiri. Sedang teman, ia jujur, terbuka dan bersikap manis.Audien akan merasa memperoleh teman yang sangat memperhatikannya, ramah dan menarik. Oleh karena itu, mereka lebih memperhatikan teman.
Dalam dunia penyiaran televisi dikenal dua jenis presenter acara, yaitu :
  1. Presenter berita (news presenter)
Presenter yang bertugas membacakan sebuah berita, tidak terlibat dalam proses peliputan, serta penentu sebuah berita. Materi yang dibacakannya telah disusun dan disiapkan oleh redaksi pemberitaan.
Masing-masing stasiun televisi dalam menyajikan program berita, serta cara presenter dalam membacakan berita, memiliki ciri serta karakter tersendiri, disesuaikan dengan target audience masing-masing stasiun televisi.
2.      Presenter acara (non-news)
Presenter yang bertugas membawakan sebuah program acara, namun tidak terlibat dalam konsep, persiapan serta tanggung jawab dan jalannya acara. Acara yang dibawakan telah disiapkan dan diproduksi oleh masing-masing stasiun televisi atau rumah produksi, seperti presenter musik, infotainment dan kuis.
PENYIAR
Penyiar adalah seorang yang bertugas menyebarkan (syiar) suatu atau lebih informasi yang terjamin akurasinya dengan menggunakan radio dengan tujuan untuk diketahui oleh pendengarnya, dilaksanakan, dituruti, dan dipahami. (M. Habib Bari).
Penyiar adalah seorang penampil yang melakukan pekerjaan penyiaran, menyajikan produk komersial, menyiarkan berita/informasi, akting sebagai pembawa acara atau pelawak, menghendel olah raga, pewawancara, diskusi, quiz dan narasi.


BERCERITA
Sejak zaman dahulu seorang ibu mempunyai kebiasaan bercerita ketika meninabobokan anaknya di tempat tidur. Nah, ibu atau orang tua yang mahir bercerita akan disenangi anak-anaknya. Melalui bercerita dapat dijalin hubungan yang akrab. Selain itu manfaat bercerita di antaranya, yaitu (1) memberikan hiburan, (2) mengajarkan kebenaran, dan (3) memberikan keteladanan. 
Seorang pendongeng dapat berhasil dengan baik apabila ia dapat menghidupkan cerita. Artinya, dalam hal ini pendongeng harus dapat membangkitkan daya imajinasi anak. Untuk itu, biasanya pendongeng mempersiapkan diri dengan cara (1) memahami pendengar (audiens), (2) menguasai materi cerita, (3) menguasai olah suara, (4) menguasai berbagai macam karakter, dan (5) luwes dalam berolah tubuh.
Selain itu, terdapat enam jurus mendongeng, yaitu (1) menciptakan suasana akrab, (2) menghidupkan cerita dengan cara memiliki kemampuan teknik membuka cerita, menciptakan suasana dramatik, menutup yang membuat penasaran, (3) kreatif, (4) tanggap dengan situasi dan kondisi, (5) konsentrasi total, dan (5) ikhlas.
Nadeak (1987) mengemukakan 18 hal yang berkaitan dengan bercerita, yaitu (1) memilih cerita yang tepat, (2) mengetahui cerita, (3) merasakan cerita, (4) menguasai kerangka cerita, (5) menyelaraskan cerita, (6) pemilihan pokok cerita yang tepat, (7) menyarikan cerita, (8) memperluas, (9) menyederhanakan cerita, (10) menceritakan cerita secara langsung, (11) bercerita dengan tubuh yang alami, (12) menetukan tujuan, (13) mengenali klimaks, (14) memfungsikan kata dan percakapan dalam cerita, (15) melukiskan kejadian, (16) menetapkan sudut pandang, (17) menciptakan suasana dan gerak, (18) merangkai adegan.
PIDATO, KHOTBAH, CERAMAH, DAN SAMBUTAN
Pembahasan tentang “Perbedaan Pidato, Khotbah, Ceramah dan Sambutan”. Langsung saja lihat di bawah ini :
Pidato
Isi                      : Berisi tentang sebuah informasi atau pernyataan penting yang patut di bicarakan.
Tempat            : Lapangan, sekolah, gedung
Pembicara        : Dibawakan oleh pemimpin seperti ketua OSIS, kepala sekolah, bupati dll.
Tujuan             : untuk memberikan informasi mengenai suatu hal yang di sampaikan saat pidato.
Waktu             : 1-2 jam                                                           
Khotbah
Isi               : Berisi tentang berbagai informasi tentang keagamaan.
Tempat       : Masjid dan laapangan terbuka.
Pembicara   : Dibawakan oleh khotib.
Tujuan        : untuk Memberi dorongan kepada pendengar agar memiliki keyakinan yang penuh terhadap hal agama.
Waktu        : 10-30 menit
Ceramah
Isi               : Berisi tentang sebuah ilmu pengetahuan seperti pendidikan, kesehatan, dan masih banyak lagi
Tempat       : Sekolah, puskesmas, balai desa dll
Pembicara   : Dibawakan oleh orang-orang yang memiliki keahlian tertentu. Seperti guru
Tujuan        : untuk memberikan petuah kepada pendengar, pembenah informasi tentang ilmu pengetahuan
Waktu        : 1-2 jam
Sambutan
Isi               : Berisi tentang ucapan terima kasih kepada tamu yang hadir dalam suatu acara/pertemuan, ucapan selamat datan.
Tempat       : Lapangan, sekolah, gedung
Pembicara   : Dibawakan oleh orang-orang penting/bertanggung jawab dalam acara tersebut.
Tujuan        : Pemberian rasa terima kasih atas tamu-tamu yang hadir dalam suatu acara.
Waktu        : 10-20 menit
WAWANCARA
Wawancara adalah pertemuan dua orang atau lebih dengan maksud untuk menggali informasi baik berupa fakta atau pendapat seseorang untuk tujuan tertentu.
Kalimat pertanyaan dalam wawancara hendaknya disesuaikan dengan tujuan wawancara, konkret, jelas, memuat satu hal, tidak terlalu panjang dan tidak menyinggung perasaan.
Tahap Tahap Wawancara
1) Tahap Persiapan
a. Menentukan maksud atau tujuan wawancara (topik wawancara).
b. Menentukan informasi yang akan di kumpulkan atau didata.
c. Menentukan dan menghubungi nara sumber.
d. Menyusun daftar pertanyaan.
2). Tahap Pelaksanaan
a. Mengucap salam
b. Memperkenalkan diri.
c. Mengutarakan maksud dan tujuan wawancara.
d. Menyampaikan pertanyaan dengan teratur.
e. Mencatat dan merekam pokok-pokok wawancara.
f. Mengahiri dengan salam dan meminta kesediaan narasumber untuk dapat dihubungi kembali jika ada yang perlu dikomfirmasi atau dilengkapi.
3). Tahap Penyusunan Hasil Wawancara. laporan wawancara terdiri dari bagian bagian sebagai berikut.
a. Tema atau topik wawancara.
b. Tujuan atau maksud dari wawancara.
c. Identitas narasumber.
d. Ringkasan isi wawancara.
Isi wawancara dapat ditulis dalam bentuk dialog atau dalam bentuk narasi.
Macam-macam wawancara
a)      Wawancara bebas, adalah wawancara yang pertanyaannya tidak dirumuskan terlebih                 dahulu.
b)      Wawancara terpimpin, adalah wawancara yang pertanyaannya ditentukan atau dirumuskan lebih dulu.
c)      Wawancara terbuka, adalah wawancara yang jawabannya tidak terbatas atau tidak terikat.
d)     Wawancara tertutup, adalah wawancara yang jawabannya terbatas atau terikat.
e)      Wawancara individual, adalah wawancara yang dilakukan oleh seorang pewawancara dengan seorang responden.
f)       Wawancara kelompok, adalah wawancara yang dilakukan sekelompok orang dalam waktu bersamaan.
g)      Konferensi, adalah wawancara antara seorang pewawancara dengan sejumlah responden atau sejumlah pewawancara dengan seorang responden.
Beberapa Hal Yang Harus Dihindari Ketika Proses Wawancara Berlangsung
a. Menyampaikan pertanyaan yang sudah umum atau pasti jawabannya.
b. Menanyakan pertanyaan yang inti jawabannya sama dengan pertanyaan sebelumnya.
c. Meminta narasumber untuk mengulang-ulang jawabannya.
d. Memotong pembicaraan narasumber.
e. Bersikap lebih pandai dari narasumber.















BAB III
                                                PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kemampuan berbicara juga berhubungan dengan profesi yang membutuhkan dasar-dasar kemampuan berbicara efektif. Seorang guru harus dapat menyampaikan materi di depan kelas dengan baik. Seorang dokter harus dapat mempengaruhi pasiennya. Demikian pula profesi lain , seperti penyiar, salesman, orator, dan  lain-lain harus memiliki kemampuan berbicara sesuai dengan tuntutan profesi masing-masing. Jadi, pengajaran berbicara di SD diharapkan dapat memberikan bekal dasar-dasar keahlian berbicara efektif yang memadai. Sehingga akan menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam berbicara dan   mempermudah kita untuk melangkah lebih maju.
B.     Saran
Dari pembahasan makalah diatas sangat diharapkan untuk mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dikarenakan kemampuan berbicara yang merupakan kemampuan produktif sangat berperan penting dalam kehidupan bermasyarakat sebagaimana telah dijelaskan.










DAFTAR PUSTAKA
Haryadi, Zamzami. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Yogyakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Laksono, Kisyani. 2003. Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Tarigan, Djago, dkk. 1998. Pengembangan Keterampilan Berbicara. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Mulyati, Yeti, dkk. 2009. Keterampilan Berbahasa Indonesia SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
W. T, solchan, dkk. 2011. Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Jakarta: Universitas Terbuka
Anonim. Tanpa tahun. “Host, Pembawa  Acara Program”
Anonim. 2012. “Pegertian Penyiar Radio”. http://romeltea.com/pengertian-penyiar-radio/( Diakses pada 28 Maret 2014)